fin.

January 19, 2012

Terima kasih sudah membaca blog ini, baik yang baru pertama kali datang maupun yang setia membuka.

Walaupun tidak seberapa, saya bangga dengan setiap huruf dan tanda baca yang pernah saya tulis di sini.
Beberapa hanya rangkaian kata dan wacana, beberapa hanya hal-hal yang tertunda.
Beberapa berubah menjadi kisah cinta jenaka yang singgah lalu terlupa.
Beberapa menjadi duka, lalu teman-teman lama.

Selesai.

Untuk selanjutnya, saya akan tetap menulis di situ dan di sini

hukum(an)

July 3, 2011

Saat sedang makan pagi dan bermain dengan seekor tupai dan membaca berita tentang Indonesia, saya jadi ingat perkataan seorang sahabat saya beberapa waktu lalu tentang hukum di negara ini.

Oke, tidak seglamor itu kok, tapi kurang lebih begini:

“Yang dipenjara di Indonesia itu adalah para tumbal”

(waktu itu kita sedang membicarakan tentang ibunda A.K. yang “terpaksa” harus menjadi tumbal walaupun masih ada pihak yang lebih bersalah)

It made sense. Banyak sekali contoh-contoh seperti itu yang makin sering muncul (karena berita sekarang menyebar cepat lewat twitter, sepertinya). Mungkin jika suatu saat sebuah berita sebuah kejahatan muncul, kita hanya perlu menutup mata dan telinga selama seminggu lalu bangun tidur dan tidak pernah mendengar kelanjutan berita itu lagi. Yang kita temui hanyalah orang-orang marah dan skeptis karena mereka tidak menutup mata dan telinga saat di minggu tidur kita itu. Lalu kita membaca-baca berita dan menjadi sadar kalau mereka marah untuk apa yang terjadi di hari ketujuh dan lupa enam hari kebelakangnya. Disorientasi. Ironisnya, mereka marah untuk apa yang terjadi di permukaan saja.

Pada kenyataannya, jika setiap orang mendapat hukuman yang pantas sesuai apa yang pernah ditulis, mungkin seluruh rumah di Indonesia perlu dijadikan penjara.

Saya sering berpikir apakah mungkin dulu para penyusun Bahasa Indonesia salah dalam membuat kata-kata saat menyusun kamus edisi pertama. Kata “hukuman” berasal dari “hukum”, tidak seperti di Bahasa Inggris yang membedakan antara “law” dengan “punishment“. Hukum menjadi sinonim dengan hukuman, padahal tujuan hukum adalah mengatur. Akibatnya tentu saja kita jadi menghindari hukum, bukannya menghindari hukuman. Tidak usah repot-repot, jika tidak ada mobil yang melintas, apakah kita berjalan 800 meter lebih hanya untuk mencari lampu merah untuk menyebrang? Toh tidak ada yang pernah dipenjara hanya karena menyebrang jalan. Yang mati tertabrak pun kita bilang namanya takdir hidup. Apes. Cara Tuhan mengingatkan. Hukuman. Tumbal.

Dari sekian ribu orang yang menghindari hukum yang sudah tertulis yang kita lihat setiap hari, yang menyebrang jalan sembarangan, yang memberi uang damai kepada polisi, yang membuang sampah, yang tidak punya kartu identitas, yang menyegel gereja, yang mabuk, yang menabrak lari orang gila, yang memberi amplop di bawah meja, yang memberi amplop di atas meja, apakah pernah terpikir oleh kita:

kenapa hanya sedikit sekali yang dihukum?

Tentu saja karena hanya untuk mengisi berita. Bahwa ternyata masih ada yang ditangkap lalu dipenjara (lalu bebas, tapi tidak masuk berita), sekedar cukup saja untuk mengisi dua puluh halaman koran atau satu jam acara berita siang hari di televisi. Untuk membuat kita lega kalau kita punya kesempatan sembilan puluh persen untuk tidak tertangkap dan menjadi tumbal, so that we have one less thing to worry about,

so we can ignore the law and its punishment,
so we can concentrate on seeking money just in case that our luck runs out
and we need to pay the law enforcer to (again) ignore the written law.

to evade the fate of being a scapegoat who is punished to fill page 10 of the morning newspaper. 

singapura

July 3, 2011

Halo. Saya sekarang berada di Singapura.

Read the rest of this entry »

ingat

June 30, 2011

saya tidak boleh lupa kalau yang menyelamatkan terkadang bisa membutakan,
dan cahaya butuh waktu untuk merangkak menuju kaki-kaki saya.

saya tidak boleh lupa kalau tidak ada kota yang tak berpenghuni,
dan setiap sudut ruangan ada mata-mata yang pura-pura lupa,
atau mata-mata yang seringkali tidak kasat mata.

saya tidak boleh lupa kalau hujan terkadang datang sebagai percikan,
dan setiap tetes air pasti akan kembali ke laut,
atau bersemayam dalam embun pagi setiap hari selasa.

saya tidak boleh lupa kalau yang pergi itu saya:
bukan cahaya, bukan kota sepi, bukan rintik hujan,
bukan mata-mata yang seringkali tidak kasat mata.

saya tidak boleh lupa kalau dia menunggu saya.

dua bulan kemudian

April 30, 2011

Kalian tahu perasaan seorang stand-up comedian yang menunggu di balik panggung setelah dua bulan lebih tidak muncul dan ada desas-desus hidupnya berantakan? Yang saat dia akhirnya muncul pun, dia tahu kalau banyak dari para penontonnya mungkin tidak akan menikmati leluconnya dan memikirkan apa yang terjadi dengannya dua bulan ke belakang ini?

Yak, saya bukan pelawak, dan tidak banyak audiens yang menunggu tulisan saya (khusus untuk orang-orang yang datang ke blog saya hanya karena saya pernah menulis kata-kata “anak SMA”, tolong, bukalah website duniawi lain. You messed up my hit counter). Beberapa mungkin sudah tahu kalau saya pindah menulis singkat di Tumblr. Rasanya lucu saja menulis serius diantara para fot0-foto yang dikawinkan dengan font Helvetica, jadi sesuai janji saya, here I am: back here where it all started.

Oke, jadi penjelasannya begini.

Dua bulan kemarin ada kejadian sangat besar yang membuat saya sekarang menikmati waktu kosong selama dua bulan ke depan. Ya, memang dalam dua bulan kemarin B.N disamakan dengan J.B dan ribuan Diglett serta kakaknya Dugtrio membuat gempa di Jepang. Astuti, baik versi Masca2 ataupun Agung Pasha menjadi hits di YouTube walaupun tidak pernah masuk televisi. Bokoma di depan mesjid Salman menjadi alat pemuas kenikmatan duniawi yang baru, dan sahabat saya Echa masih single.

Ini bukan pengalihan pembicaraan: pada kenyataannya, memang ada begitu banyak kejadian yang terjadi dalam 2 bulan, kan? Mungkin ada teman saya yang orangtuanya cerai. Mungkin orang yang berpapasan dengan saya di busway kemarin hari ini sudah tiada. Kalau kemarin saya agak pelan nyetirnya saja, saya dipastikan kepalanya akan pecah terkena pentungan anak SMP yang tawuran. Jadi, dibanding seluruh kejadian aneh-aneh di sekeliling kita ini, cuti 2 bulan saya, sekalipun penyebabnya hal besar, mungkin terdengar biasa-biasa saja. I mean, here I am, blogging. On a 16″ VAIO laptop. Eating cheesecake. Listening to Bicycle Voice. I’m luxuriously okay. 

Jadi, kalau ada yang mau dengar cerita utuhnya, silahkan tinggalkan e-mail atau kirim pesan lewat Facebook, Twitter, Last.fm, DeviantArt, Vimeo, Bluefame, atau LinkedIn. See? Luxuriously okay. Nggak enak euy terlalu banyak nulis di sini, nanti saudara di kampung pada tahu :p #naon

Nah, setelah itu, silakan melihat FAQ di halaman berikut ini:

Read the rest of this entry »

repetisi

February 28, 2011

cerita-cerita baru dari seorang teman baru

digantikan oleh

cerita-cerita lama tentang masa lalu,
dari seorang teman dekat baru

digantikan oleh

cerita-cerita baru tentang seseorang yang baru,
dari seorang teman dekat lama

digantikan oleh

cerita-cerita baru dari seorang teman lama.

andai kita bisa memilih cerita mana yang ingin didengar,
ingin disimpan, atau ingin dilupakan.